♠️ Cerita Dewasa Di Mobil
Search Cerita Dewasa Mamaku Di Hamili Temanku. Dewasa Cerita Temanku Di Mamaku Hamili . bfp.assistenzainformatica.milano.it; Views: 1196: Published:-1.08.2022: Author: Cerita Dewasa Ngentot di Dalam Mobil - Cerita ini bemula ketika aku ingin menjemput pacarku pulang sekolah, tubuhnya seksi membuatku pengen ngesex setiap hari denganya
Ceritadewasa ini pun dimulai saat aku pulang sekolah lebih awal, karena memang minggu ini kami menjalani ujian semester 2 untuk kenaikan kelas 3 SMU com Kegilaan Dengan Mamaku 3 Cerita Dewasa Cerita Dewasa Baby Sister Ku - Aku adalah seorang anak yang dilahirkan dari keluarga yang mampu di mana papaku sibuk dengan urusan kantornya dan mamaku
Ceritadewasa. Sebelumnya aku kasih tahu tentang aku. Aku adalah seorang karyawan disebuah perusahaan di Jakarta. Namaku sebut aja inug, umur 28tahun. Aku sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak.Awal kejadian perselingkuhan yang tak aku inginkan pada saat aku pulang ke jogja. Saat itu aku biasa ke yogyakarta memilih naik bus.Saat pukul 15.00 aku berangkat keagen
CERITADEWASA - Petualangan Istriku Di Pesta Pantai. 3/25/2018 Kami mulai berkemas dan berjalan menuju mobil, kami berjalan dengan santai dan saat kami tiba ke tempat parkir, yang tersisa hanya sebuah mini-van kecil dan orang yang masih ada berjumlah delapan orang. Iseriku adalah satu-satunya wanita dikelompuk ini dan pria yang kukenal
Bokeptetangga- Cerita Sex Dewasa Memuaskan Nafsuku Dengannya Di dalam Mobil, Aku harap semuanya akan menjadi lebih baik setelah aku memutuskan hubungan aku dengan tunangan aku, Reni, tetapi aku masih mencintainya.Sampai tidak mudah bagi aku untuk melupakan sosoknya, aku harus bilang " kenapa aku terus seperti ini menuruti amarahku , aku bukan orang seperti ini keluar masuk tempat hiburan
CeritaSex Birahi di dalam Mobil Ingin Lebih Hot Lihat Foto Memek Tante Tembem Aku mencapai orgasm yang pertama, kaki ku masih gemetar, pak Lintang tau aku tak bisa berdiri, dia membopongku keranjang. cerita sopir dan pembantu serta majikan bisa anda simak lainya di dia menelpon room service memesan juice
Malamitu hanya tinggal beberapa kendaraan saja di tempat parkir itu. Terdengar bunyi sirine pendek saat kutekan remote mobilku. Akupun membuka pintu mobil dan berpamitan padanya. Ketika aku menutup pintu, tiba-tiba aku dikejutkan oleh Dimas yang membuka pintu sebelah dan ikut masuk ke mobilku.
CeritaDewasa Gara Gara Majikanku. 05.49 pekob rekob. Cerita Dewasa | Aku masih ingat saat itu aku pulang dari jalan-jalan malam minggu sama temen-temenku kuliah, biasanya kalau malam minggu kami sering nongkrong di suatu tempat pavorit kami yang disitu kita bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk sekedar gerumpi yang nggak-nggak sambil ketawa
Search Cerita Seks Budak Seks Eksibisionis. Cerita Seks Menantu dan Mertua - Rina mematut diri di depan cermin ia pun telah meninggalkan dunia seks bebas sejak tahun 2012 lalu Penampilan Marlina sangat menarik Kedua karena matanya, entah kenapa, tertuju ke bagian bawah celana ayah mertuanya Aku bertipikal seperti wanita jawa pada umumnya Aku bertipikal seperti wanita jawa pada umumnya.
6zfqQOY. Wangi juga bau parfumnya, mana rok abu-abunya span lagi, si boy jadi bangkit nich. Wah, kalo bisa making love sama Nita, asyik juga.. Huh dasar lagi mumet nich otak, maunya si boy saja. “Nda, Nita boleh tanya nggak?” “Boleh aja, Nanda itu orangnya terbuka kok en’ fair, mau nanya apa?” “Kalo tamu ceweknya Nanda ngajak jalan-jalan, bayar nggak?” “Oh itu, ya terserah ceweknya, pokoknya keliling Lombok ditanggung senang dech” “Masalah hotel, akomodasi dan lain-lain ditanggung tamu, gitu” “Kalo making love gimana?” tanya Nita antusias. “Kalo making love sich, terserah tamunya, kalo suka sama Nanda, ayo aja” “Biasanya Nanda selama ini dibayar berapa sich?” “Ya, kira-kira lima ratus ribu sampai satu jutaan” “Itu berapa hari?” “Terserah tamunya aja mau berapa hari, okey, puas?” “Mmh..” guman Nita seperti ingin menanyakan sesuatu tapi ragu-ragu. “Kalo Nita udah pernah dicium belum atau udah pernah making love?” tanyaku. “Ih, si Om nanyanya gitu” “Ah, nggak usah malu sama Nanda, ceritain aja” “Belum sich Nda, cuma kalo nonton BF sering” “Jangan ditonton aja, praktek dong sama pacar” tantang saya sambil menepuk pundaknya. “Pacarnya Nita itu agak aneh kok” “Gimana kalo praktek sama Nanda, ditanggung senang dan tidak bakalan hamil” “Hush, jangan aneh-aneh Nda, Nita udah punya pacar lho” “Nggak aneh kok, kalo praktek pacar-pacaran” rayu saya, sepertinnya ada peluang nich. Saya harus merayunya supaya Nita tidak ragu-ragu lagi. “Iya sich, tapi..” jawabnya ragu-ragu. Setelah selesai membalas email yang masuk, saya berencana mengajak Nita ke pantai Senggigi, siapa tahu ada kesempatan, ya nggak pembaca. Ternyata Nita itu tinggal bersama ibunya yang masih berusia 47 tahun dan suaminya tugas keluar pulau selama beberapa bulan. “Mau nggak ke pantai jalan-jalan, tadi Nita naik apa?” “Naik mobil, pake mobil Nita aja” ajaknya bersemangat sambil menggandeng tangan saya seperti Om dan keponakannya. Baca Juga Sex Dengan Pembantuku Yang Cantik Dan Bahenol Ternyata mobilnya memakai kaca rayban gelap dan ber-AC lagi, jadi siang itu kami meluncur ke pantai senggigi dan sebelumnya kami membeli beberapa camilan dan saya juga membeli kondom, biasa.. he.. he.. Nita menjalankan mobil dengan santai, tapi saya jadi tegang terutama si boy dan bukan mobilnya yang jalan santai yang membuat saya tegang, rok abu-abunya itu lho. Sudah span, pas duduk dalam mobil otomatis bertambah pendek saja hingga memperlihatkan setengah bagian pahanya yang putih mulus dan masih kencang. Koleksi Foto Terbaru 2019 “Eh, Nda kok bengong, ngelamun jorok ya?” “Eh.. Eh.. Nggak juga” jawab saya tergagap-gagap. “Terus kenapa Liatin pahanya Nita terus” “Badanmu itu bagus kok, rajin fitnes ya?” “Pasti, supaya badan Nita tetap fit dan seksi. Gimana, seksi nggak?” tanyanya tersenyum. “Seksi bo! Eh Nita parkir aja yang di pojok tuch” tunjukku pada sebuah pojokan, agak menjauh dari jalan raya dan terlindungi oleh pepohonan, asyik nih siapa tahu bisa indehoy. “Bagus juga tuch tempatnya” jawab Nita setuju sambil memarkirkan mobilnya hingga pas dengan lebatnya pepohonan, yang kalau dari jalan raya tidak kelihatan dan juga tempatnya sepi, jauh dari pemukiman dan lalu lalang orang, paling-paling orang yang berjalan di pantai, itupun agak samar-samar. Mudah-mudahan pembaca tidak bingung membayangkan ilustrasi tempat yang saya ceritakan. Setelah Nita parkir, kami saling curhat tentang masalah pribadi Nita yang belum pernah making love dan ibunya yang sering kesepian ditinggal suaminya pergi. “Ngomongnya nggak enak ya kalo kita berjauhan begini” “Maksud Nanda..” “Nita duduk aja dekat Nanda” “Tapi kursi itu kan cuma satu” “Ayo dong Nita, duduk sini kupangku” rayu saya sambil menarik tangan kanannya. “Malu ah, dilihat orang” jawabnya ragu-ragu sambil melihat ke arah pantai. “Berarti kalau nggak ada orang nggak malu dong” ujarku sambil menarik tangannya agar mendekat pada saya. “Ya.. Nggak gitu” jawabnya ragu-ragu. “Saya udah jinak kok apalagi si boy ini paling jinak” goda saya lagi sambil menunjuk kontol saya yang sudah agak menggembung. “Ih jorok ih” jawabnya tertawa pelan. “Mau nggak?” “Emm.. Bagaimana ya” “Mau dech..” dan akhirnya dengan paksaan sedikit dan si Nita yang ragu-ragu untuk duduk, saya berhasil menariknya bahkan Nita duduk dengan sedikit ragu. Saya pangku Nita sambil melihat kembali ke arah pantai. Posisi Nita yang saya pangku menyamping hingga kalau melihat ke pantai agak menoleh sedikit. Posisi itu sungguh enak dan kelihatan si Nita juga menikmatinya, kelihatan dari tangan kanannya yang melingkar pada bahu saya. “Oh ya, Nanda mau nanya hal pribadi, boleh nggak?” “Boleh aja, Nita itu orangnya terbuka kok” jawabnya sambil menggeser pantatnya supaya tidak terlalu merosot. Wah si boy saya jadi berdiri gara-gara si Nita memperbaiki posisi duduknya hingga pantatnya yang semok semakin mepet sama si boy. Coba pembaca bayangkan seperti posisi saya saat ditemani cewek SMU berumur 18 tahun yang bongsor dan seksi, pasti si boy mau berontak keluar, so pasti coy. “Nita pernah nggak making love?” “Mmh.. Gimana ya” jawab Nita ragu-ragu sambil menggigit jari kelingking tangan kirinya. “Ceritain dong..” bujuk saya sambil mengelus pahanya yang masih terbungkus rok abu-abunya yang mini. Lumayanlah sebagai permulaan pemanasan, ini kesempatan kalau Nita mau making love sama saya dan kalau tidak mau paling ditolak atau ditampar atau ditinggalkan, tapi dari perasaan saya sih, sepertinya mau. “Pernah sih sama pacar, tapi itu dulu sebelum putus” “Kok putus, kenapa emangnya?” tanyaku sambil tangan kiri saya memegang pinggangnya yang langsing. “Sebetulnya Nita sayang sama dia, kalau cuma making love sich tidak apa-apa” “Yang penting pake kondom supaya aman” “Terus apa masalahnya?” “Ya itu, making lovenya agak aneh, masak Nita diikat dulu” “Wah, itu sich namanya ada kelainan namanya, harusnya dengan lembut” “Oh ya, Nanda kalau making love sama tamunya secara lembut ya” “Tentu saja, maka banyak cewek yang senang dengan cara yang romantis dan lembut” “Asyik dong” “Mau nyobain nggak?” tantang saya sambil mengelus tangan kirinya yang ternyata sangat halus. “Wuhh.. Maunya tuch” jawab Nita mencibirkan bibirnya yang seksi. “Pegang aja boleh nggak ya?” tanya saya mengiba dan tangan kanan saya mulai mengelus-ngelus pahanya yang masih terbungkus seragam sekolahnya dengan lembut. “Emh.. Gimana ya.. Dikit aja ya” jawab Nita mengejutkan saya yang tadinya cuma bercanda, eh tidak tahunya dapat durian runtuh. “Nita, mau bagian mana dulu?” goda saya sambil mengelus punggungnya yang halus. “Ih genit ah..” candanya manja. Sexy Hd Photo Saya naikkan tangan kanan saya mencoba menjamah payudara kirinya yang masih terbungkus seragam sekolahnya dan kelihatannya tidak ada penolakan dari Nita. Dengan perlahan lehernya saya cium perlahan dan jamahan tangan saya berubah menjadi remasan supaya membangkitkan gairahnya. Ternyata Nita adalah tipe cewek yang libidonya cepat naik. Cerita Dewasa di Mobil “Geli.. Nda..” rintihnya pelan, tangan kirinya membantu tangan kanan saya untuk lebih aktif meremas payudara kiri dan kanannya secara bergantian. Lehernya yang putih saya cium dan jilat semakin cepat. “Sst.. pe.. lan.. Nda..” Setelah beberapa menit, tiba-tiba Nita menurunkan tangan saya dan tangannya dengan terampil melepas tiga kancing atas bajunya serta mengarahkan tangan saya masuk ke dalam baju seragam SMU-nya dan tangan kirinya mengusap pipi saya. Tangan kananku yang sudah separuh masuk baju seragamnya langsung masuk juga dalam BH-nya yang ternyata berwarna putih polos. Gundukan payudaranya ternyata sudah keras dan tanpa menunggu aba-aba saya remas payudaranya dengan perlahan, kadang-kadang saya pelintir puting susunya. “Nda.. Sst.. Mmh.. Yang ki.. ri.. sst..” rintihnya pelan takut kedengaran. “Nita, boleh nggak saya ci..” belum sempat habis pertanyaan saya, Nita sudah mencium saya dengan lembut yang kemudian saya balas ciumannya. Semakin lama lidah saya mencari lidah Nita dan kami pun berciuman dengan mesra, bahkan saling menjilat bibir masing-masing. Sambil berciuman, kancing baju atas seragam Nita yang tersisa itu pun langsung saya lepas hingga tampaklah payudaranya dengan jelas. Kembali saya cium payudaranya. Selama beberapa menit berciuman, kuluman dan hisapan pada putingnya membikin Nita bertambah merintih dan mendesis, untung saja pada saat itu masih sepi dan bukan hari libur atau hari minggu. “Mmh.. gan.. ti.. sst.. kiri.. sstt..” rintih Nita memberi aba-aba sambil tangan meraih kepala saya dan menggeser serta menekan pada payudaranya. “Ter.. Us.. Sst.. Nda..” Tangan kanan saya yang sedang berada di pusarnya turun merayap masuk ke dalam rok abu-abunya dan mengelus vaginanya yang masih terbungkus CD searah jarum jam. “Sst.. Terus.. Nda” rintih Nita yang ikut membantu menyingkapkan rok abu-abu SMU-nya ke atas hingga pantatnya yang putih menyentuh paha saya yang masih terbungkus celana jins. Setelah beberapa saat, saya masukkan tangan kanan ke dalam CD putihnya yang ternyata ditumbuhi bulu halus yang terawat rapi dan saya usap beberapa menit. “Sst.. Nda.. Ge.. Li.. Mmh..” gumam Nita pelan sambil matanya menatap setengah sayu. Gerakan jari tangan saya keluar masukkan ke dalam vaginanya yang mulai basah. “Mmh.. Sst.. Enak.. Nda.. Te.. Rus.. Agak cepe.. tan.. Sst” “Sst.. Ya.. Nah.. Sst.. Gitu” rintih Nita yang kelihatan mulai terangsang hebat. Tangan kiri saya yang tadinya hanya mengusap-usap pinggangnya jadi aktif mengusap payudara kirinya dan saya percepat permainan tangan pada vaginanya dan tiba-tiba saja Nita menjepit tangan saya dan disusul keluarnya cairan putih, berarti Nita telah orgasme yang pertama. “Mmh.. Nikmat juga ya rasanya Nda” gumam Nita sambil memandangku sayu. “Mau nggak ngerasain si boy?” bujuk saya melihat Nita yang sedang terangsang berat. “Mmh..” gumannya pelan, agak ragu Nita menjawab tapi akhirnya Nita pindah ke belakang mobil, wah tambah asyik nich. Saya juga berpindah ke belakang mobil sambil melepas celana jins serta CD saya hingga bagian bawah saya bugil dan atasnya masih memakai kaos, untuk berjaga-jaga siapa tahu ada orang lewat. “Nda.. Pelan aja” guman Nita pelan sambil melepas CD putihnya hingga Nita sekarang bagian bawah atasnya juga bugil cuma memakai baju seragam SMU-nya tanpa BH. “Ya, Sayang, kupakai kondom dulu ya supaya aman” jawab saya sambil mengambil posisi duduk menghadap ke depan dan mengarahkan Nita dalam posisi saya pangku serta menghadap saya. Pantatnya yang semok saya pegang dengan kedua tangan dan memberi arahan pada Nita. “Pegangin si boy, ya tangan kanan” pinta saya pada Nita yang memegang kontolku dan mengarahkan ke vaginanya yang masih sempit. “Nanti Nita dorong ke bawah ya, kalau udah pas kontolnya” “Aduh.. Sakit..” rintih Nita karena kontol saya meleset pada bibir vaginanya. Kembali saya arahkan kontol pada lubang vaginanya, pada usaha keempat, bless akhirnya masuk kepala dulu. “Sst.. Pe.. Lan.. Nda..” Rintih Nita sambil memegang tangan kiri saya dengan tangan kanannya dan mengigit bibir bawahnya dengan pelan. “Pertamanya sakit kok, tapi agak lama juga enak” rayu saya sambil mendorong pinggulnya ke bawah hingga lama kelamaan, bless.. “Akhh..” jerit Nita lirih karena kontol saya semuanya masuk dalam vaginanya. “Gimana rasanya?” “Sakit sich, tapi.. Geli..” gumam Nita mencium saya dengan lembut. Dengan perlahan saya sodok vaginanya naik turun hingga Nita mendesis lirih. “Sst.. Agak.. ee.. tengah.. sst..” rintih Nita lirih sambil menggoyangkan pinggulnya hingga sodokan dan goyangan itu menimbulkan bunyi clop.. clop.. clop.., begitu kira-kira. Semakin lama sodokan saya percepat disertai dengan goyangan Nita yang makin liar hingga tangan saya kewalahan menahan posisi vaginanya agar pas pada kontol saya yang keluar masuk makin cepat. Bahkan payudaranya bergoyang-goyang ke atas ke bawah, kadang membentur muka saya, sungguh nikmat sekali pembaca sekaNitan. Penikmat Hijab “Barengan ya keluarnya ya.. Mmh..” perintah saya pada Nita karena sepertinya lahar putih saya sudah sampai puncaknya, jadi saya berusaha bertahan beberapa menit lagi. “Mmhm.. Sst.. Ya.. Nda..” “Ce.. Petan.. Sst.. Nda..” rintih Nita sambil memeluk dan menjepit saya dengan keras. Rupanya Nita sudah mencapai puncaknya dengan goyangannya yang makin keras. “Ssrtss.. Seka.. Rang.. Sst.. Akhkk..” jerit Nita karena keluarnya cairan putih itu yang berbarengan dengan bobolnya pertahanan saya, secara bersaman kami saling memeluk menikmati sensasi yang luar biasa itu. Beberapa saat kami masih berpelukan disertai tetesan keringat membasahi badan padahal mobil masih menjalankan AC-nya hampir full. “Gimana rasanya, puas nggak” tanya saya sambil mencium bibirnya yang indah itu. “Ternyata enak juga making love sama Om Nanda” “Lain sama pacarnya Nita, agak kasar sich” celotehnya sambil melepaskan pelukan saya dan memakai kembali CD dan BH-nya yang berwarna putih itu, setelah Nita kembali memakai seragam sekolahnya dan tentu saya juga, jam telah menunjukkan pukul siang. “Sebagai tanda terima kasih, gimana kalau Om Nanda kutraktir” “Boleh saja, sekarang kita kemana?” tanya saya melihat Nita menjalankan mobilnya menuju kota. “Pulang dong” jawabnya manja. “Lho, terus saya ngapain” “Nanti kukenalin sama mamanya Nita dan adiknya Nita, mau nggak Om?” “Okey..” Ternyata Nita tinggal di perumahan mewah, pantas bawanya mobil. Tampak seorang wanita yang anggun dan cantik berusia kurang lebih 47 tahun sedang membaca sebuah majalah. Tapi yang menarik perhatian saya, baju longdress yang dikenakannya dengan belahan atas yang rendah hingga memperlihatkan payudaranya yang berwarna putih itu, mungkin lebih besar daripada punya Nita, tingginya kira-kira 163 cm/50 kg. Cerita Hot Crot di mobil “Selamat siang Bu” sapa saya sopan. “Selamat siang Pak” jawabnya ramah sambil bersalaman dengan saya. “Ini Ma, guru privat matematika Nita yang baru, rencananya sich abis makan siang kita belajar” “Oh ini to, yang namanya Pak Nanda yang sering diceritain Nita” “E.. Eh.. Ya..” jawab saya tergagap-gagap karena begitu lihainya Nita memperkenalkan saya sebagai guru privatnya, pelajaran matematika lagi, aduh.. gawat padahal saya tidak bisa apa-apa. Setelah berbicara dengan ibunya mengenai les dan biaya tetek bengek lainnya, disepakati bahwa les privat cuma bisa saya lakukan dua minggu, itu pun harinya selang seling. Siang itu saya makan bersama Nita setelah ditinggal ibunya pergi keluar dan baru pulang sore hari. Nita sudah berganti pakaian dengan celana pendek dan kaos ketat khas ABG. “Gila kamu Nita, nanti kalau ketahuan ibumu gimana?” “Tenang aja Om, mama itu jarang kok nyampurin urusan Nita” “Oh, gitu” “Katanya Om mau ngajarin Nita” goda Nita penuh arti sambil mengerling nakal. Ini baru namanya surga dunia, setelah puas makan kami mengobrol sambil menonton film DVD yang dibawa Nita. Selama dua minggu itu sebelum Nita akhirnya pindah ke Jakarta, kami sering making love tanpa sepengetahuan mamanya, pokoknya hampir tiap bertemu dengan berbagai posisi, yang sering di mobil, kamar tidur, kamar Nanda, bahkan di suatu acara ulang tahun mamanya, saya diundang. “Gimana Nda, ramai nggak ulang tahun mama saya?” “Wah, ramai sekali, pasti papamu pejabat ya?” “Ah enggak kok, Papa itu pengusaha” Putih Abu Abu “Oh gitu” jawab saya sambil memperhatikan Nita yang malam itu memakai gaun yang sungguh indah, apalagi belahan atas gaunnya sungguh rendah hingga memperlihatkan payudaranya yang putih itu, mungkin tidak pake BH, gaunnya yang berwarna hijau cuma sebatas di atas lutut. Bahkan kalau Nita duduk dan saya perhatikan gaun bawahnya, mungkin dengan sengaja Nita membuka gaun bawahnya hingga memperlihatkan CD-nya yang berwarna merah muda itu. Wow, sungguh membuat si boy berontak, tapi saya pura-pura cool saja. Cerita Mesum di dalam Mobil “Nda, Nita lagi pengin nich, gimana?” tanya Nita tiba-tiba sambil mendekat pada saya. “Kita cari ruangan yuk” ajak saya yang kebetulan tadi melihat ruangan dekat taman sedang kosong. “Lho kok ke sini, apa tidak ke kamar?” tanya Nita heran. “Bosan ah di kamar, cari variasi lain, mau nggak?” “Ayo, cepetan waktunya mepet nich” gandeng Nita terburu-buru. “Nita, kamu malam ini can..” belum sempat saya berkata romantis sudah dipotong Nita dengan ciumannya yang melumat bibir saya dengan ganas, kami pun berciuman dengan alot sambil tangan saya masuk ke belahan gaunnya dan meremas payudaranya dengan gemas. “Mmh..” gumam Nita karena bibirnya sudah menyatu dengan bibir saya sambil tangannya membuka resleting celana panjang saya dan meremas-remas kontol saya yang sudah berdiri sejak tadi. Beberapa menit kami saling melakukan ciuman dan remasan hingga akhirnya Nita mendorong saya perlahan. “Ayo Nda, buka celanamu” perintah Nita sambil melepas CD saya dan Nita mengambil posisi berjongkok untuk menghisap kontolku dengan sedotan yang agak keras. “Pe.. Lan.. Aja..” pinta saya pada Nita karena kerasnya hisapan Nita hingga semua kontol saya masuk pada mulutnya. Beberapa menit telah berlalu dan saya sungguh tidak tahan dengan posisi tersebut. “Gantian dong..” pinta saya pada Nita sambil saya berjongkok dan membuka CD merah mudanya serta menghisap vaginanya dan mencari biji kacangnya, menghisap dan menjilat sampai dalam vaginanya hingga semakin banyak cairan yang keluar dan Nita semakin merintih-rintih dalam posisi berdiri. “Sst.. Isep.. Yang keras.. Nda.. Sst..” “Udah Nda.. Sst.. Ayo..” rintihan dan celotehan Nita meminta saya untuk memasukkan si boy ke dalam vaginanya. Kami sekarang berdiri tapi Nita menghadap ke tembok, saya singkap gaunnya dari belakang, dengan dibantu Nita saya berusaha menyodokkan kontol saya dari belakang pantatnya. Akhirnya masuk semua kontol saya dalam vaginanya, sodokan demi sodokan dengan cepat membuat Nita merintih meminta saya segera mengakhiri permainan itu, beberapa puluh menit kemudian.. “Sst.. Ayo.. Nda.. Sst.. Keluarin..” “Nita udah pegel nich sst..” rintih Nita lirih karena kami jarang melakukannya dalam posisi berdiri. “Sst.. Aduh.. Akhkk..” Dan akhirnya croott.. croot.. Keluarlah lahar putih itu bersamaan dengan jeritan Nita. Komunitas Sepak bola Indonesia
? NOVELBASAH ? “Akua, akua, akuaa! Akua, Mijon, Sprit, Panta! Yang aus, yang aus!” Teriak beberapa pedagang asongan dengan intonasi khas, menyelinap di celah barisan mobil-mobil yang tak bergerak. Pagi sudah tak lagi terlihat seperti pagi; matahari yang meninggi serta bising dan panas dari kendaraan membuatnya seolah sudah tengah hari. Sepasang muda-mudi tampak bengong di dalam Honda Jazz merah, menatap kosong pantat-pantat kendaraan yang berjajar di hadapannya. Lagu Ain’t It Fun-nya Paramore terdengar mengalun pelan di dalam kabin yang dingin ber-AC. “Udah sampe di mana kita?” Tanya Alya yang duduk di sebelah kiri kemudi. “Udah gak usah becanda.” Jawab adik Alya, Ivan yang memegang setir. “Idih sewot.” Tukas Alya sambil mengambil iPad putihnya di samping tuas rem tangan. “Abisnya, udah empat jam kita di sini gak kemana-mana.” Jawab Ivan dengan ketus. “Kak Al sih, coba tadi kita berangkat pagi banget bareng Papah, pasti gak gini ceritanya.” Pungkasnya. “Ya maaf.” Jawab Alya. “Banyak pesenan, cong.” Lanjutnya sambil mengoprek tabletnya itu. Keduanya terpaksa pulang mudik terlambat setelah Alya memaksa adiknya berbelanja oleh-oleh terlebih dahulu. Alya terlihat mengenakan tanktop double layer berwarna putih persik dan hotpants blue jeans, sesuai dengan perangainya yang super cuek tapi selaras dengan wajahnya yang cantik dan kulitnya yang putih. Sementara Ivan hanya mengenakan kaos biru kadet dengan jeans, menunjukkan tipe cowok yang santai. Kedua kakak-beradik itu hanya terpaut usia 2 tahun. Ting tong ting tong ting tong! “Hape lu tuh, angkat.” Perintah Alya. Ivan mengambil handphone-nya, melihat tapi kemudian mematikan panggilan itu. “Cieeeh dirijek.” Sindir Alya. “Siapa siiiih? Fans lu, yaa?” Cibirnya. Ivan tak menggubris sindiran kakaknya itu. “Kenapa sih lu, Van, udah kelas dua belas masih belum punya pacar?” Tanya Alya, heran dengan adiknya ini. Padahal menurut sepengetahuannya, cukup banyak cewek-cewek yang menyukai Ivan. “Jangan dibahas laah.” Jawab Ivan, mengelak. “Eh, seriusan. Kenapa?” Tanya Alya lagi. Ivan tak meresponnya. Sesungguhnya, standar cewek buat Ivan sudah terlanjur tinggi dipatok oleh kakaknya sendiri. Punya kakak yang cantik, fashionable, dan rajin merawat diri membuatnya susah mencari cewek yang mendekati itu di sekolahnya. Beberapa kali Ivan pernah mendekati cewek tapi tak satu pun yang sesuai dengan harapannya. “Ganteng sih cukup, rapi iya, bersih iya. Apa lu kurang nyekil, ya?” Alya mencoba menganalisa problem adiknya. Menurutnya, adiknya itu memang tak cuma santai seperti dia tapi juga terlalu pasif terhadap cewek. Ivan enggan merespon pertanyaan kakaknya itu. Jelas saja, melihat kendaraan macet yang sangat panjang, bisa dipastikan sebuah pembicaraan akan sangat panjang juga. Ivan tak mau jika tentang dirinyalah yang dibahas sepanjang sisa perjalanan. “Yah, dianya cuek.” Kata Alya. “Ya udah, gue tidur aja. Bosen.” Katanya lagi, menyimpan iPad-nya. Alya menarik tuas seatback dan mendorong sandaran joknya itu ke belakang. Ivan tak mempedulikan ocehan kakaknya itu dan membiarkan dirinya ditinggal tidur sendirian. Ivan menengok jam tangan yang dipakainya, sudah lebih dari empat jam kendaraan mereka tersangkut kemacetan arus balik. Tidak nyaman dengan posisi tidurnya, Alya menaikkan kaki kirinya ke dashboard. Mata Ivan terlihat menyudut, mengintip sepasang kaki mulus yang membentang di sampingnya. Ivan memang sudah sangat terbiasa melihat kakaknya memakai shortpants atau miniskirts, atau pakaian mini lainnya tapi sepertinya darah kelelakian remaja puber itu membuat dia tak pernah bosan dengan pemandangan yang mengundang’ itu. Usia mereka memang tak begitu jauh tapi tentu saja soal fisik Alya sudah jauh lebih dulu matang dari Ivan -dan itulah yang sering menjadi masalah buat Ivan. Apa yang Ivan lihat kali ini adalah kaki dengan jari-jari kaki yang terawat, betis yang kencang, dan paha ramping yang bersela, semuanya dia lihat di sepasang kaki jenjang yang kulitnya halus mulus dan putih bersinar bak mutiara. Sering kali Ivan hanya bisa menelan air liurnya jika mendapati keindahan seperti itu, terlebih jika dia mendapatkan bonus, seperti yang sedang diintipnya kali ini. Alya mengenakan jorts, celana jeans yang super pendek dengan jumbai-jumbai denim tak berkelim. Celana yang terlalu pendek yang hanya sekedar menutupi 5-7 sentimeter bagian paha Alya. Kaki kanannya yang terlipat dengan lutut keluar itu membuat selangkangannya membuka, menyisakan celah pada lubang kaki celana yang mendekati bagian selangkangannya. Melihat kakaknya sedang memejamkan matanya, Ivan menjulurkan pandangannya, mengintip permukaan terbuka yang memperlihatkan sebagian lapisan celana dalam dan permukaan selangkangan Alya. Sekali pun Alya memakai celana dalam putih mint tapi permukaan kulit selangkangan Alya yang putih seputih susu masih terlihat kontras dengan warna celana dalamnya itu. Bonus-bonus seperti ini yang selalu membuat Ivan kecil terbangun. Walau pun Alya adalah kakaknya sendiri, Ivan sudah lupa kapan terakhir kali melihat kakaknya bugil, membuatnya justru selalu tertarik dengan bagian-bagian tubuh yang selalu disembunyikan Alya. “Van.” Kata Alya. “Y-ya?” Tanya Ivan terkejut. “Turunin AC-nya dong, gue takut beser.” Jawab Alya. “Oh. Iya.” Jawab Ivan sambil memutar cakram temperatur AC-nya. — “So am I wrong? For thinking that we could be something for real? Now am I wrong? For trying to reach the things that I can’t see? But that’s just how I feel, That’s just how I feel That’s just how I feel..” Lagu Nico & Vinz terdengar menggetar dari speaker satelit dan subwoofer di dalam kabin kendaraan itu, seirama dengan ketukan telunjuk Ivan pada permukaan setir yang dipegangnya. Sudah dua jam berlalu sejak Alya tertidur tapi angka odometer di panel instrumen masih belum banyak bertambah, atau dengan kata lain jalanan amat sangat macet. “Van.” Alya terbangun dari tidurnya. “Gue pengen pipis.” Katanya, setengah bergumam. “Euh. Bentar.” Jawab Ivan sambil celingukan, melihat celah buat menepi di tengah-tengah kemacetan itu. “Ngga bisa, kak Al.” Kata Ivan, melihat mobil yang disetirnya persis berada di tengah-tengah. “Aduuuh, gue gak tahan.” Kata Alya sambil meringis menahan perutnya. “Van??” Desak Alya, kebingungan tak punya solusi. “Emm, emm.” Ivan terlihat ikut bingung. “Gimana dong? Mau pake botol?” Ivan juga tampaknya tidak tahu harus berbuat apa. “Aduuuh. Lu pikir gue cowok.” Protes Alya. “Aaaaaaah! Aduh, aduh!” Teriak Alya sambil berdiri, kemudian loncat ke jok belakang. Alya terlihat terdiam untuk beberapa saat setelah duduk di belakang. “Van. Koper gue di mobil Papah, ya?” Tanya Alya kemudian sambil nungging ke belakang, mengecek bagasi. “Lah situ naronya di mana?” Ivan balik bertanya sambil mengintip kakaknya dari cermin dalam. “Hah? Kak Alya ngompol??” Teriak Ivan, melihat jeans pendek kakaknya itu berbayang basah pada bagian bawahnya. “Hahaha!” Lanjutnya sambil mentertawakan kakaknya. “Ih sialan malah ngetawain.” Balas Alya kesal. “Nih, makan!” Katanya dari belakang sambil mengelapkan tangannya yang basah oleh air kencingnya ke wajah Ivan. “Aaaah, bau memeeeeeek!!!” Teriak Ivan sambil segera mengambil tisu dan mengelap mukanya, kemudian melempar tisunya ke belakang ke arah Alya. “Enak aja dibilang bau memek! Memek gue kagak bau!” Alya kembali mengusapkan tangannya ke wajah Ivan. “Mmh! Bauuu!” Ivan kembali menyeka wajahnya dengan tisu. “Bau apa sih lu!?” Tanya Alya kesal, merasa difitnah dibilang bau seperti itu. “Van.” Kata Alya kemudian. “Koper gue di mobil Papah, gue gak ada celana cadangan.” Rengek Alya. “Aku juga gak bawa apa-apa.” Jawab Ivan. “Lagian pantat kak Al kan gede, celanaku gak bakalan ada yang muat.” Ivan kebingungan. “Ada supermarket gak?” Tanya Alya sambil melihat-lihat ke samping jalan. “Nggak lah, ini masih hutan rimba.” Jawab Ivan, menunjuk rumah-rumah yang sepi dari pertokoan. “Lebay lu, ah.” Kata Alya. “Emang di mana kita?” “Cijapati.” Jawab Ivan. “Mau dikeringin pake AC gak celananya?” Tanya Ivan menawarkan solusi. Kepala Ivan mendadak penuh warna, membayangkan kakaknya melepas celananya di mobil. — “Nih.” Kata Alya sambil mengambil Minute Maid Pulpy Orange dari kantong plastik yang dibawanya dari Indomaret. “Thanks.” Ujar Ivan yang mendadak terlihat hanya mengenakan singlet putih. “Dapet celananya?” Tanyanya kemudian. “Enggak, cuma ada cangcut doang.” Jawab Alya sambil menunjukkan bungkusan celana dalam yang baru dibelinya. “Nih.” Alya melempar kaos Ivan yang tadi dipakai untuk menutupi celananya yang basah. “Jangan coba-coba bilang bau memek!” Teriak Alya, melihat Ivan yang akan membuka mulutnya setelah mencium-ciumi kaosnya. “Kayak lu tau aja bau memek kayak gimana.” Protes Alya sambil melangkah ke belakang. Ivan melirik Alya yang melangkah di sampingnya, menatap tak berkedip paha yang putih dan mulus itu. “Tau lah, kayak bau pesing gitu, kan.” Jawab Ivan membela diri. “Gue buka celana, awas lu kalo nengok.” Ujar Alya sambil menjulurkan tangannya ke spion dalam dan memutarnya ke arah samping, khawatir Ivan mengintipnya. “Bau pesing? Kata siapa? Sok tau.” Protesnya. “Memek bocah kali, Van, bau pesing.” Pungkas Alya sambil beranjak persis ke belakang jok Ivan. Jantung Ivan mendadak berdegup kencang mengetahui kakaknya itu akan mengganti celana dalam. Sepertinya Ivan tak ingin kehilangan momen itu tapi dia tak memiliki cara untuk memanfaatkannya. Dia berpikir keras untuk bisa mengintipnya tanpa sepengetahuan Alya. Tapi sia-sia, tak satu pun keluar ide dari kepalanya. “Nih, jemurin.” Kata Alya sambil menjulurkan hotpants-nya itu ke depan. Ivan mengambilnya dan bermaksud meletakkannya di dashboard. Pikirannya semakin kacau, terbayang kakaknya itu hanya menggunakan celana dalam di belakang sana. Karena dashboard cukup jauh, akhirnya langkah ini akan dia coba gunakan sebagai modus untuk memalingkan wajahnya ke belakang. Tapi belum sempat Ivan bergerak, “Nih, ini wangi memek beneran.” Kata Alya tiba-tiba sambil menyentuhkan telunjuknya ke hidung Ivan, setelah sebelumnya Alya menyelipkan telunjuknya ke dalam celana dalam yang baru saja dipakainya. “Mana bau pesing? Itu namanya wangi.” Ujarnya. Seolah terhipnotis, Ivan terpaku dengan aroma yang keluar dari telunjuk Alya. Aroma wangi segar yang bercampur sedikit wangi lembab yang khas. Wangi yang sangat familiar buat Ivan. Sudah sejak masuk SMP Ivan menjadi perompak celana dalam. Celana dalam siapa lagi kalau bukan punya kakaknya? Sejak kakaknya berubah menjadi seorang remaja putri yang menarik, hal-hal pribadi milik Alya selalu menjadi magnet perhatiannya. Awalnya hanya sekedar ingin tahu, lama-lama menjadi candu dan inspirasi pelampiasan hasrat pubertasnya. Bra, miniset, kaos dalam, celana dalam, celana pendek spandex, dan segala pakaian yang meninggalkan aroma khusus dari tubuh kakaknya. Nyaris semua aroma bebauan, dari wangi artifisial; parfum, cologne, lotion, sampai wangi alami pengaruh hormon estrogen dalam tubuh kakaknya; keringat, ketiak, apalagi bau dari celana dalamnya. Wangi lembab yang barusan tercium itu mengingatkan Ivan pada celana dalam Alya yang biasa dicurinya. Wangi yang biasanya cukup kuat pada bagian tengah celana dalam yang biasanya disertai noda, atau yang masih disertai cairan lengket jika Ivan mengambilnya tidak lama setelah dipakai Alya. Tapi ada hal yang Ivan sadari berbeda dengan apa yang selama ini dia cium, kali ini bukan hanya lembab tapi juga wangi fresh yang menyegarkan. Wangi yang tak pernah dia temui sebelumnya. “Heh!!! Kenapa jadi ngelamun!!” Teriak Alya. Alya yang bawahannya hanya mengenakan celana dalam yang baru dibelinya itu loncat kembali ke jok di samping Ivan. Tapi sial buat Ivan, sebelum dia sempat melihat bagian terbuka milik kakaknya, Alya lebih dulu mengambil kaos Ivan yang belum sempat kembali dia kenakan, dan secepat kilat menutupkannya pada pahanya. Alya melihat ke sekelilingnya, memastikan tak ada orang dari kendaraan lain yang melihatnya tadi. “Kita sambil melipir aja, Van, cari toko baju. Kalo macet terus, gue pasti perlu celana. Tapi kalo lancar sih gak apa-apa.” Pesan Alya. Ivan masih terlihat bengong, tak merespon omongan Alya. “Eh, kok lu kayak yang horny, Van?” Tanya Alya keheranan setelah melihat wajah Ivan yang mendadak cerah. Pupil mata Ivan terlihat melebar namun kelopak matanya menyempit sayu, alis matanya turun, Ivan seperti sedang di bawah pengaruh obat penenang. Ivan yang masih tak menjawab terkejut ketika tiba-tiba saja Alya mengulurkan tangannya memegang bagian selangkangannya. “Iiiih, lu horny sama gueeeeee???” Teriak Alya histeris menemukan batang kelamin Ivan tegak mengeras. “Kak Alya!!” Teriak Ivan, melotot ke arah tangan Alya yang persis menekan kemaluannya. Kendati protes, Ivan tetap membiarkan tangan Alya menyentuh kemaluannya, tak bisa berbohong dengan kebutuhan biologis tubuhnya. “Kok bisa, Van?” Tanya Alya. Alya sendiri tidak menarik kembali tangannya. Diam-diam dia terkejut mendapati batang kejantanan adiknya itu terasa besar dan tebal. Alya sendiri tak ingat kapan terakhir kali dia melihat kemaluan Ivan. Namun yang pasti, ukurannya sekarang jauh lebih besar dari yang dia kira. Awalnya Alya tidak membuat gerakan apa-apa tapi karena kepenasarannya, Alya refleks menggerakan tangannya maju hingga ke ujung akhir kepala penis Ivan dan kemudian mundur hingga pangkal batangnya. Alam bawah sadar Alya cukup penasaran dengan ukuran penis Ivan yang sesungguhnya. Tapi hal itu diterjemahkan lain oleh Ivan. Ivan yang kemaluannya sudah ready’ itu menggelinjang sedikit, mendapatkan rasa nikmat dari pergeseran tangan Alya. “Eh sori, gue gak maksud.” Ucap Alya, melihat adiknya terlihat keenakan dengan gerakan tangannya. Alya tak ingin hal itu disalah-artikan, dia pun menarik kembali tangannya. Tak pernah terpikirkan dalam benak Alya jika adiknya bisa terangsang olehnya, bahkan bisa menerima sentuhan darinya. Alya sendiri sudah membuang jauh ketertarikan fisik dengan adiknya, sekali pun tak bisa disangkal oleh tubuhnya jika dirinya juga sedikitnya menikmati hal-hal seperti itu. Walau pun Alya lebih dewasa dan lebih memahami arti dari hubungan adik-kakak tapi terkadang refleks dari tubuhnya yang penasaran membuatnya tak sadar. Tak jarang Alya mendapati dirinya ngobrol dengan Ivan tanpa alasan yang jelas ketika Ivan pulang bermain futsal padahal hanya untuk sekedar menghirup wangi keringat maskulin Ivan atau ketika Ivan selesai mandi, Alya tak sadar jika dia sering sekali mengajak Ivan bercanda hanya untuk melihat dada Ivan yang bidang atau melirik pantat Ivan yang hanya berbalut handuk. Tapi semua hanya sejauh itu, Alya masih cukup sadar untuk tidak terjebak lebih dalam. Terkecuali hari ini, Alya cukup terpesona dengan batang kemaluan Ivan yang sejak sekian tahun baru disadarinya kembali. “Lu kok kayak yang keenakan.” Ujar Alya. Lagi-lagi Alya tak sadar tangannya telah kembali memegang kemaluan Ivan. Bukan hal yang diinginkan Alya sama sekali tapi itu tetap terjadi di luar kendali akal sehatnya. Ivan masih tetap terdiam mendapati tangan Alya kembali menyentuhnya. Bukan pengalaman pertamanya memang, penisnya disentuh cewek bukanlah hal yang aneh karena Ivan juga tak jarang digoda atau menggoda cewek-cewek. Namun usapan tangan Alya diluar dugaannya, jiwa kelelakiannya bergejolak, bukan saja karena Alya adalah kakak kandungnya sendiri tapi juga karena selama ini Alya adalah sosok cewek yang selalu menjadi favoritnya. Sosok mustahil yang hanya bisa Ivan bayangkan dalam khayalannya, bukan dalam dunia nyata. “Ini enak?” Tanya Alya sambil menatap mata Ivan yang terlanjur terbuai gairah, jempol tangannya mengusap-usap bagian leher kemaluan Ivan yang masih terlapisi jeansnya. Ivan mengangguk, tubuhnya yang haus akan pelampiasan itu tak bisa berbohong. Alya melihat ke luar, mengecek jika orang dari kendaraan lain bisa melihatnya. “Sejak kapan punya lu jadi gede gini, Van?” Tanya Alya. “Sejak teteh susunya gede. Haha.” Jawab Ivan sambil bercanda. “Haha!” Alya tertawa cukup keras, mengingat hal itu sangat logis. “Jangan-jangan lu suka sama tetek gue ya?” Tanya Alya memancing. “Iya lah. Punya kak Alya gede.” Jawab Ivan jujur. Alya tersenyum merasa tersanjung. “Van.” Kata Alya kemudian. “Jangan mikir yang aneh-aneh dulu, ya.” Ujar Alya mengantisipasi sesuatu. “Liat, ya? Penasaran.” Pinta Alya sembari menunjuk kemaluan Ivan. Ivan tentu saja mengangguk setuju, cowok mana yang mau menolak cewek minta izin melihat anunya? Ivan melihat sekelilingnya, memastikan mereka berada di situasi yang aman. Reflektor film di jendela kendaraannya sudah dia ketahui membuatnya aman dari intipan orang di luar, terkecuali dari jendela bagian depan. Namun tak ada kendaraan yang memiliki tinggi signifikan untuk mengintip mereka dari depan. Alya pun membuka kancing dan menurunkan ritsleting celana Ivan. Kemudian dia menarik celana dalam yang menghalangi kemaluan Ivan. Alya tampak takjub melihat benda tegang berurat yang ternyata cukup besar, lebih besar dari yang Alya pikirkan dan yang pernah dia lihat di jaman dahulu kala. Bukannya puas setelah melihat itu, Alya justru merasa horny karenanya. Dua adik-kakak ini nampaknya masing-masing sudah cukup tergugah secara seksual tapi tak satu pun yang menunjukkan sinyalnya terang-terangan. Alya sendiri bisa berbuat sekehendaknya karena merasa dia yang paling tua tapi tetap saja dia terlalu gengsi untuk memperlihatkan itu secara terbuka. Sementara Ivan bersikap sebagaimana seorang adik seharusnya, dia tak berani berinisiatif apa pun, khawatir menjadi salah di mata kakaknya. Keduanya merasakan dorongan birahi yang sama namun keduanya juga sama-sama tak ingin hal ini menjadi sumber bencana. Ivan diam saja ketika Alya meraba-raba urat-urat dan renjulan-renjulan samar di penisnya. Sentuhan jemari lembut kakaknya dirasanya bak belaian bidadari yang membuai hasratnya. Alya sendiri rupanya sudah terlalu terangsang. “Lu beneran belum punya pacar? Belum pernah begini-beginian sama cewek?” Tanya Alya bermodus. Ivan menggeleng, berbohong. Berharap besar yang dilakukan kakaknya itu tak berhenti sampai di situ. “Kalo ini?” Tanya Alya sambil kemudian menjulurkan lidahnya dan menjilati leher kemaluan Ivan. Alya menengok Ivan kembali, menanti dengan cemas reaksi Ivan. Ivan masih menggeleng dengan tenang padahal dalam hatinya Ivan begitu terkejut kakaknya sendiri ternyata cukup berani melakukan itu. Sadar jika sekenarionya sukses, dalam hal ini apa yang dilakukannya bisa diterima dengan positif oleh Ivan, Alya membuka mulutnya dan memasukkan kepala penis Ivan ke dalamnya. Ivan yang masih terkejut tapi senang terlihat terpejam, menikmati hangat mulut kakaknya itu. Sentuhan lidah yang basah di dalam mulut Alya membuatnya terdiam nikmat, terlebih ketika mulut kakaknya itu menghisap-hisap dan menyedot-nyedot kemaluannya. Ivan pun refleks menarik tuas pengatur jarak duduk hingga joknya lebih mundur, menyisakan ruang yang cukup banyak untuk kakaknya. Alya menggerak-gerakkan mulutnya, menarik-narik kemaluan Ivan keluar-masuk mulutnya. Terlanjur terangsang, Alya meraih tangan Ivan dan menyelipkannya pada baju Ivan yang menutupi pahanya. Ivan merasakan tangannya menghampiri permukaan yang hangat, bagian selangkangan Alya yang hanya berlapis celana dalam. Melihat adiknya tidak cukup ahli beraksi di sana, Alya mencoba membantu tangan Ivan tiba di lokasi yang sangat dia inginkan. “Mhh..” Alya terdengar melenguh, mengarahkan jemari Ivan pada klitorisnya tapi mulutnya pun tak berhenti menghisap kemaluan Ivan. “Van.” Ujar Alya, berhenti melakukan aktivitasnya. “Kamu ngerasa enak, gak?” Tanya Alya. Ivan terkejut mendengar kakaknya menggunakan panggilan Kamu’, membuat dirinya serasa lebih dekat dengan Alya. Ivan berpikir, mungkin karena kakaknya ini sudah cukup terangsang. Tanpa ragu-ragu Ivan mengangguk. “Kayaknya kita harus parkir.” Kata Alya. — “Van.” Ucap Alya yang sudah duduk di belakang dengan wajahnya yang sudah sayu, merentangkan tangan menyambut Ivan yang beranjak menuju ke arahnya. Ivan melangkahkan kaki ke belakang tanpa bisa bersabar lagi, kakaknya yang cantik itu sudah duduk dengan bawahan celana dalam yang sudah tak terhalangi apa pun lagi. Siang hari yang terik tampaknya tak begitu terasa oleh kedua insan di dalam mobil yang ber-AC itu. Kendaraan mereka terparkir di depan sebuah pabrik garmen yang terlihat sepi. Kendaraan-kendaraan lain tampak masih berbaris di sepanjang jalan itu. Sepasang adik-kakak yang sedang dibakar gelora itu tampaknya sudah terlanjur bernafsu. Tak peduli lagi dengan sekelilingnya, Alya sudah tak bisa lagi menahan-nahan hasratnya, sementara Ivan tentu tak ingin menyia-nyiakan kesempatan di pelupuk mata. “Yakin kak Al kita ga bakalan apa-apa?” Tanya Ivan yang sudah duduk itu celingukan melihat ke luar. Jendela-jendela belakang kendaraan mereka memang cukup gelap, tak mungkin terlihat jika selintas lalu tapi tetap saja Ivan khawatir jika ada orang yang betul-betul mencurigai mereka dan mengintipnya ke jendela. “Tenang, Van. Mau telanjang pun gak bakalan ada orang yang percaya kita berbuat aneh. Lagi pula siapa yang berani marahin adik-kakak cuma gara-gara gak pake baju, palingan mereka yang malu duluan.” Jawab Alya menenangkan. Alya menarik celana Ivan turun hingga lutut Ivan, lalu kembali menghisap batang kejantanan Ivan yang sudah menjulang. Tak tahan dengan penis yang tegap berurat itu, Alya melepas celana dalamnya. Ivan mencoba bersikap tenang sekali pun untuk kali pertamanya dia melihat selangkangan Alya yang putih tak berpenghalang. Rambut kemaluan kakaknya itu terlihat rapi dan enak dipandang. Jantung Ivan berdegup kencang ketika paha yang jenjang itu melangkahi dirinya. Sejujurnya, ini adalah pengalaman berhubungan intimnya yang pertama kali. Tapi gugupnya itu sirna ketika Alya membuka pakaian luar dan branya. Kegugupan Ivan terbius oleh dua benda indah yang menggunung di hadapannya. Dua payudara yang kencang itu bak dua lemon besar yang kenyal dan berisi. Putingnya menguncup dan tegang, membuat gila siapa pun yang melihatnya. Alya bertumpu pada kedua lututnya di jok, mengangkangi Ivan yang duduk. Dia meraih benda tegak milik Ivan dan mengeluskannya pada permukaan bibir kemaluannya. Ditempatkannya batang ber-helm itu pada sela bibir kemaluan Alya yang sudah merekah itu. Alya mencoba menggoyangkannya, memutar-mutarnya, liang senggamanya yang belum cukup basah itu membuat kemaluan Ivan terasa seret. “Aaah.” Desah Alya ketika kepala dan batang penis Ivan melesak, menyelinap masuk mengganjal liang vaginanya. Ivan terpejam, keperjakaannya telah hilang dengan cara yang sangat menyenangkan. Ivan begitu menikmati denyut-denyut kenikmatan yang terhantar dari batang kemaluannya. Dia merasakan batang kemaluannya terhisap oleh rongga panas yang sempit yang dipenuhi oleh dinding-dinding yang empuk dan lembut. Baru disadari olehnya jika berhubungan intim itu tak ada bandingannya dengan onani. “Pelan aja ya? Biar mobilnya gak goyang.” Ujar Alya sambil mencoba menggerakan pantatnya turun-naik. “Enak gak, Van?” Tanya Alya. Ivan hanya mengguk. “Kak Al?” Ivan bertanya balik. “Banget. Emmh.” Jawab Alya sambil mendesah. “Tau gini dari dulu, Van. Ahh.” Desahnya kemudian. Alya memang tak mengira jika batang kemaluan yang selama ini selalu ada di rumahnya itu sangatlah nikmat. Batang kemaluan Ivan yang menyeret-nyeret dinding vaginanya dirasakannya seolah belaian angin musim semi, mengelus dan memijatnya dengan penuh kenikmatan. Alya mengambil tangan Ivan yang masih malu-malu, kemudian menyentuhkannya pada dua payudara yang kedua ujungnya sudah tegang itu. Ivan yang memang terlalu takut merusak suasana untuk melakukan sesuatu itu begitu kegirangan mendapat izin untuk memegangi buah dada kakaknya yang indah itu. Ivan menggenggamnya, mengusapnya, mengelusnya, dan meremasnya. Alya hanya terpejam menikmati dua stimulasi yang nikmatnya minta ampun itu. “Van.” Ujar Alya berbisik sambil menggerakkan pantatnya penuh dengan perasaan. Alya menegakkan badannya, mengarahkan kedua payudaranya persis di wajah Ivan. Lalu dia mengusap lembut rahang Ivan dan menarik leher Ivan maju. Ivan tahu apa yang diingikan kakaknya. Tanpa basa-basi, Ivan menghisap puting payudara Alya. Cukup lama keduanya saling berpacu kenikmatan, sekali pun samar kendaraan yang mereka naiki itu sedikit bergoyang tapi tak begitu terlihat untuk orang lain. “Ahhh.” Alya kembali mendesah, merangkul Ivan dengan cukup kencang dan menekan payudaranya ke wajah Ivan. “Aku, emhhh.” Desah Alya sambil menikmati gesekan di bawah sana. Beberapa saat kemudian, Alya terlihat memperdalam dan memperlama gerakannya. “Ahhh. Ahhh.” Desah Alya dengan rangkulan yang kian kencang melilit tubuh Ivan. Jemari Alya kemudian terlihat meremas-remas apa pun yang ada di sekitarnya. Alya tak bisa berpikir banyak, kecuali menikmati pohon kenikmatan yang tumbuh kian tinggi, kian tinggi, dan semakin tinggi. Rasa nikmat bermunculan bak kuncup bunga yang menanti untuk mekar. “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh!” Alya menegakkan kepalanya, lehernya terlihat berurat, pantatnya menancap dalam-dalam menghisap batang kemaluan Ivan. Alya terpejam, bunga-bunga orgasme yang akhirnya mekar itu seolah beterbangan tertiup angin musim semi yang menerbangkan jiwanya. Bunga-bunga nikmat itu terbang berhamburan dari ujung-ujung syaraf yang tertanam pada organ-organ di sekitar selangkangannya. “Hahhhh. Hahh.” Alya berdiam sejenak, badannya melunglai, pelukannya mengendur. Ivan masih saja terdiam menikmati hisapan dan gesekan dinding kemaluan Alya. Pengalaman pertamanya ini membuatnya tidak cukup awas dengan bahasa intim tubuh kakaknya, Ivan bahkan tak menyadari jika Alya baru saja orgasme. Namun Alya sepertinya memahami ini. Ingin membalas kenikmatan yang tadi diperolehnya, Alya dengan hati-hati mempercepat gerakannya. Ivan yang masih memegangi dan meraba-raba buah dada kakaknya itu terkejut merasakan kenikmatan dari goyangan pantat Alya yang bertambah. Kemaluannya terasa menebal, denyut-denyut kenikmatan mulai terasa kian memuncak. Seperti roket yang sedang membawanya terbang ke angkasa, kian lama kenikmatan itu kian bertambah tinggi, kian rapat gesekan dari Alya kian bertambah tinggi kenikmatan yang dihampirinya. Alya tahu bahasa tubuh adiknya mengindikasikan roket yang akan segera meledak. “Jangan dikeluarin di dalem, ya.” Pinta Alya berbisik. Ivan mendengarkannya dan kembali fokus pada kenikmatan yang kian memuncak itu, dan bum! “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh!” Ivan serta-merta mendorong Alya, melepaskan diri dari hisapan liang senggama Alya. Dia melenguh dan mengejang, membiarkan roketnya itu meledak-ledak, menyemburkan cairannya dengan penuh kenikmatan. Alya beralih ke samping Ivan dan membantunya dengan memijat-mijat penis Ivan. “Enak gak, Van?” Tanya Alya, melihat cairan yang meleleh dari batang kemaluan adiknya. “Baru kali ini ngerasain ML, enak banget ternyata.” Jawab Ivan sambil tersenyum lebar, memperlihatkan giginya, ekspresi wajah yang sangat senang. “Hahh.” Desahnya, menghela nafas penuh kelegaan. “Hah?” Alya sepertinya terkejut. “Jangan-jangan tadi sebelumnya kamu masih perjaka?” Tanya Alya. Ivan mengangguk, lagi-lagi terlihat senang. “Iiih kamuuuuuuu, kenapa gak bilang-bilaaaaang!!” Jerit Alya tersenym sambil mencubit pipi Ivan. “Tau gitu kita pergi aja ke hotel, biar lebih spesial.” Ucapnya kemudian. “Makasih, ya. Kamu juga cowok pertama yang aku perawanin.” Tutur Alya tersenyum sambil mencium kening adiknya. “Hehe, iya. Gak apa-apa kok ke hotelnya lain kali.” Jawab Ivan sambil melirik kakaknya dengan genit. Ivan terlihat bahagia dengan sikap kakaknya yang jauh lebih baik dari biasanya yang kasar dan cuek. “Iiih kamuuuuuu!” Alya kembali mencubit pipi Ivan. “Udah, nyetir sono! Biar cepet nyampe.” Teriak Alya. “Di Bogor juga hotel banyak loh.” Bisik Alya ke telinga Ivan. T A M A T Baca Pernikahan Putriku
cerita dewasa di mobil